Papa mama saya menikah dalam usia yang masih sangat muda. Pada saat kehadiran anak pertama, anak kedua dan anak ketiga keadaan keluarga saya masih baik-baik saja dan belum terasa adanya tekanan. Namun ketika saya ada di dalam kandungan, mama saya merasakan tekanan yang begitu berat. Setiap hari tidak ada kedamaian, mama saya selalu menangis karena sering sekali bertengkar dengan papa saya. Pertengkaran yang sumbernya sebenarnya adalah masalah ekonomi tersebut akhirnya merembet kemana-mana. Sampai akhirnya mama saya memutuskan untuk bunuh diri. Pada waktu itu mama saya mengambil keputusan bunuh diri selain untuk menggugurkan saya, juga untuk mengakhiri hidupnya.
Walaupun sang ibu ingin melarikan diri dari kenyataan namun niatnya itu gagal, akhirnya John Nathanael lahir pada tahun 1964 dalam keadaan cacat.
Keluarga memperlakukan saya antara kasih sayang dan rasa malu karena mempunyai anggota keluarga yang cacat. Jadi kalau ada sanak saudara dari mama saya atau teman-teman daripada kakak-kakak saya berkunjung ke rumah, saya disuruh tetap berada di dalam kamar, tidak boleh keluar. Saya tidak boleh menemui siapa-siapa, bahkan untuk buang air kecil, saya mengalami kesulitan untuk keluar dari kamar.
Pada usia delapan tahun, saya mulai menunjukkan kekecewaan terhadap mama saya yang nampak dalam kelakuannya saya sehari-hari. Suatu saat ketika saya sedang diberi makan oleh mama saya, makanan itu saya buang. Mama saya menjadi marah sekali dan sambil mengucapkan kata-kata yang amat menyakiti hati saya. Saya amat tertolak dan kecewa terhadap mama saya.
Sejak umur delapan atau sembilan tahun itu saya baru menyadari kalau saya mempunyai kelainan dibandingkan dengan anak-anak yang lain. Terkadang teman saya bilang kalau baju yang saya pakai, terdapat gambar yang bagus, akan tetapi saya tidak tahu baju apa yang sedang saya pakai dan gambar apa yang ada di baju saya. Keadaan itulah yang membuat saya kecewa dan sedih. Dalam kekecewaan itu, ada dorongan diluar kesadaran saya untuk mencoba bunuh diri.
Dalam kepolosan pemikiran seorang anak, John berpikir dengan gantung diri menggunakan karet lompat tali, dia dapat mengakhiri hidupnya. John sempat beberapa saat tidak sadarkan diri, tapi usaha bunuh dirinya tidak berhasil. Akhirnya John menemukan seorang yang menjadi teman akrabnya yang mau menemani hari-hari hidupnya.
Selama hidup saya hanya mempunyai satu orang teman akrab. Saya hanya bisa berteman dengan dia dan bersahabat dengan harmonika yang selalu setia menemani. Memang karena saya tidak bisa kemana-mana, saya melakukan apa saja yang bisa saya lakukan untuk melewati hari-hari saya yang begitu saya rasakan kelam. Banyak orang datang kepada saya dan mengatakan bahwa Tuhan itu baik dan adil. Namun dalam hati saya timbul pertanyaan, mengapa jika Tuhan itu baik dan adil mengijinkan saya lahir dalam keadaan seperti ini. Waktu remaja, saya merasakan frustasi dan keadaan itu yang harus saya lewati.
Pada suatu ketika, Tuhan mulai menjamah kehidupan John melalui salah satu teman kakaknya yang sedang bekerja di rumah John.
Ketika dia sedang bekerja, saya ambil gitar dan memainkannya di dekatnya, lalu dia mulai bertanya kepada saya, “apa kegiatan kamu sehari-hari kalau sedang di rumah?” Saya bilang saya tidak kemana-mana dan tidak ada kegiatan apa-apa, lalu dia mengajak saya untuk ikut ke gereja jika tidak ada kegiatan. Ketika saya bercakap-cakap dengan dia, saya merasakan kedekatan, jadi saya mulai berani untuk ikut bersamanya ke gereja. Mulai saat itu saya mulai rajin beribadah. Saya sangat tersentuh kepada kebaikannya, karena tempat tinggalnya cukup jauh dari rumah saya, sedangkan dia hanya mengendarai sepeda motor untuk menjemput saya. Akan tetapi dia lakukan juga untuk menjemput saya dengan tulus. Melihat ketulusan dan kebaikan orang ini, saya waktu itu meyakinkan diri saya untuk mempercayai apa yang dikatakan teman saya ini bahwa Tuhan itu sangat baik, karena saya melihat kehidupan teman saya ini. Kalau teman saya begitu baik kepada saya apalagi dengan Tuhannya. Tiba-tiba saya menemukan bahwa diri saya begitu berarti di hadapan Tuhan.
Yang Tuhan mau dalam hidup saya adalah supaya saya mengampuni mama saya. Dan ketika saya mau mengambil keputusan untuk mengampuni, waktu itu saya rasakan saya mengalami suatu kelepasan yang luar biasa dan Tuhan itu hadir dalam pribadi Bapa dalam hidup saya, karena Dia juga mengetahui kerinduan saya untuk bertemu dengan Bapa.
Di dalam keberadaan saya seperti ini, saya dapat memandang bahwa hidup ini indah. Saya bisa memberikan yang terbaik, walaupun saya dulu menganggap itu tidak mungkin. Ketika Tuhan pulihkan saya, Tuhan bukakan kepada saya kalau saya adalah seorang pelayan Tuhan di dalam penyembahan, kesaksian dan bernyanyi. Sejak saat itu saya menjalani hidupnya dengan sukacita dan penuh pengharapan kepada Tuhan. Bahkan dengan cara yang ajaib Tuhan mempertemukan John dengan Mariane dan mempersatukan mereka dalam pernikahan yang kudus.
“Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.” (1 Petrus 3:4)
0 Komentar:
Posting Komentar